Belajar dari Masyarakat Alor

0

         Dengan menggabungkan metoda penelitian kebudayaan 
dan kepribadian dengan metoda-metoda lain, dilakukan penelitian 
yang jitu tentang masyarakat Alor, Indonesia. 

Cora Du bois bekerja selama 18 bulan di tengah-tengah orang Alor. Di pelajarinya bahasa Belanda, bahasa Melayu dan bahasa daerah. Dari berbagai macam metoda ternyata di temukan banyak sekali persamaan di antara laporan itu dan persesuaian dengan kesan yang diperoleh penulis etnografi tersebut. Metoda ini memperkecil kemungkinan adanya prasangka  dan subjektivitas dalam deskripsi kepribadian orang-orang Alor.

Emil Oberholzer, analis Rorschach, mengatakan bahwa orang Alor saling curiga-mencurigai dan tidak percaya satu sama lain. Dia memperoleh kesimpulan bahwa mereka itu pasif, tidak kreatif dan tidak mempunyai sesuatu tujuan yang membutuhkan usaha yang harus di pertahankan. Menurut anggapannya orang-orang Alor itu gampang sekali menyerah kepada ledakan emosi, rasa marah dan keinginan mengamuk. Mereka tidak mengenal rasa persahabatan yang akrab.





Analisa gambar-gambar mengemukakan, bahwa anak-anak itu diliputi oleh rasa kesunyian dan tidak memiliki daya kreatif. Kardiner mencatat, bahwa gambar yang berupa ayah tidak dijadikan teladan atau tidak diidealisir dan pembentukan superego mereka lemah sekali.

Aspek hidup apakah yang menghasilkan gambar yang menyedihkan ini?

Kardiner dan Gardner beranggapan, bahwa asalnya ialah kelalaian dari pihak ibu, sewaktu anak-anak itu  masih kecil. Dalam masyarakat ini kaum ibulah yang memegang peran utama dalam mencari nafkah ; merekalah yang mengerjakan pertanian, sedang pria sibuk dengan penjualbelian babi,  gong dan gendang-gendang. Antara 10 hari dan 2 minggu setelah melahirkan bayi sang ibu kembali ke ladang untuk meneruskan usaha pertaniannya. Bayinya tidak di bawa ke ladang, seperti dilakukan oleh kaum ibu masyarakat lain, tetapi pengasuhan anak itu di serahkan kepada ayah anak tersebut, kakak lelaki atau kakak perempuan, atau kepada neneknya. Dia berada di ladang sehari suntuk. Bayinya itu ada kalanya di susui oleh wanita lain, tetapi karena  wanita semacam itu tidak gampang ditemukan, anak bersangkutan tidak berkesempatan untuk menetek. Baru sesudah ibunya kembali pulang di senja hari, di dapat menetek. Menurut Du bois frustasinya semakin meningkat, setelah bayi mulai pandai berjalan. Anak itu tidak lagi di gendong-gendong dan dengan demikian kehilangan sentuhan tubuh dan bantuan yang sebelumnya tersedia untuknya. Makannya tidak teratur, diberikan oleh anak-anak dan orang-orang lain. Mengganggu dan menimbulkan rasa cemburu sering dilakukan oleh ibunya sebagaimana juga terjadi di Bali. Secara bergurau anak-anak sering digertak oleh orang-orang  dewasa dengan pisau dan diancam akan memotong tangan atau telinganya. Ledakan amukan merupakan aspek umum pada masa kanak-kanak orang Alor. Ledakan ini sering timbul waktu ibunya berangkat ke ladang di pagi hari. Anak itu mengamuk marah dan memukul-mukulkan kepalanya ketanah. Tingkah laku semacam ini baru mulai reda ketika anak itu mencapai umur lima atau enam tahun.

Kardiner dan Du bois mencari penjelasan mengenai sifat dan kepribadian orang Alor itu dari frustasi di masa kanak-kanak itu. Hubungan antara kaum pria dan kaum wanita di masa dewasanya selalu tegang, rata-rata terdapat dua kali perceraian pada tiap perkawinan. 

Menurut para sarjana itu ketegangan antara pria dan wanita, dan usaha kaum pria untuk tak henti-hentinya mencari sang ibu yang mengasuhnya. Karena sang istri tidak dapat memenuhi  peran sebagai pengasuh ini, frustasi di kalangan pria melekat terus.

Walaupun ada kritik mengenai sebagian dari studi ini, The people of Alor tetap merupakan karya yang mengagumkan. Jika pembaca merasa agak ragu-ragu mengenai beberapa interprestasi analitis itu, pembaca dapat memeriksa sendiri data-data yang merupakan dasar dari tafsiran tersebut. Riwayat-riwayat hidup meliputi  setengah dari buku itu. Juga dimuat banyak gambar-gambar dari anak-anak yang dipelajari.

Presentasi yang sama mengenai data asli dengan interpretasinya sekali dapat juga di temukan dalam Truk : Man in Paradise dan meliputi sejarah –sejarah hidup, hasil tes Rorschach dan hasil TAT yang telah di ubah. Dengan demikian pembaca dapat melihat bagaimana para analis mencapai konklusinya.

taken from: Pokok-pokok Antropologi Budaya, editor T.O. Ihromi. Yayasan Obor Indonesia.

0 komentar: